Selasa, 22 Juni 2010

Japanese as popular culture

Japanese as popular culture

Written by:J*

Sebut saja Agnes Monica, Maia Achmad (Ratu), atau J Rock sebagai icon dari japanese style yang sedang menjadi agama baru bagi sebagian besar remaja Indonesia. Fenomena yang patut untuk kita perbincangkan…bukankah kita juga punya budaya!!kita juga punya style…tapi kenapa japanese bukan javanese????yaaa…karena japanese style kini bukan hanya menjadi milik orang jepang..singkatnya kini japaness style adalah merupakan budaya popular (pop culture) yaitu budaya orang kebanyakan / budaya massa .(strinati dominic, popular culture.bentang budaya yogyakarta.2003)

Demikian kuatnya ideology japanese hingga mampu menjadi realitas baru pada masyarakat kita. Ideology Japanese lebih tepatnya adalah unsur ISA (ideological state apparature) dari ideology yang dalam penerapannya tidak menggunakan paksaan secara fisik. Ideology japanese tercermin dalam representasi yang dilakukan para icon tersebut. Dari segi wardrobe yang diklaim sebagai gaya Tokyo street atau sering disebut Harajuku (gaya berpakaian anak muda jepang yang simple, not casual,with acsesoris and hair style) …bahkan tak jarang dari kita yang mengacungkan jempol pada habit orang Jepang yang super workaholic..lihat saja hair style agnes monica yang kini banyak menjadi referensi ketika para cewek masuk salon…demikian juga ketika kita lihat cowok2 dengan hair style ala J Rock.

Dalam banyak hal sampai saat ini jepang memang masih menjajah kita..disamping secara ekonomi salah satunya adalah dalam hal budaya. Kasarannya sekarang ini Japanese style sedang menjadi realita budaya popular yang bukan hanya melanda asia namun dunia.(newsweek.com) Entah melalui japanese style nya (Harajuku), film jepang yang banyak menghiasi layar kaca kita dari drama romantic sampai film animasi (dari Doraemon,Conan bahkan shin Chan), Manga, atau lewat J POP bahkan ‘miyabi’ salah satu boomsex negri sakura tersebut.

Ideology japanese tersebut secara tak sadar juga menciptakan material eksistance pada individu. Sesuai dengan pernyaaan Althuser bahwa ideology tidak dapat dibatasi sebagai ide semata namun juga mempunyai aspek material yang menjalankannya. Ironis memang ketika para icon japaness style itu melakukan pengadopsian budaya, saya menilai mereka adalah khalayak aktif, namun berbeda ketika para awam melihat para icon itu mereka hanyalah sebagai khalayak pasif.. sungguh kasihan!istilahnya korban mode lah…!!bagaimana tidak?? Para public figure memandang ini sebagai hal yang mendatangkan profit bagi mereka (lagi2 tuntutan bagi insan kapitalis..). disamping ada unsur selektifity dan involvement. Yaitu dalam hal ini mereka tahu alasan mereka ketika melakukan pengadopsian budaya. Sebut saja Agnes monica ketika melakukan representasi ini juga mempunyai unsur utilitarianisme yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya (ketika dia meng-klaim bahwa nenek moyangnya adalah orang Jepang) dan mewujudkan tujuan yang ujung2nya komersil..berbeda dengan khalayak yang terkesan hanya copy cate.. coba kita pikir, kenapa kita harus ikut potongan rambur agnes atau J Rock itu..padahal terus terang saja kita ini beda jauh dari agnes dan belum tahu juga apa kita pantes dengan style yang kaya gitu???korban mode bukan??? Atau lebih gampangnya kita bisa melihat adanya pergantian dari logika nilai (use value) menjadi nilai tanda (sing value). Dalam melakukan representasi tidak semua unsur budaya diadopsi seperti hara-kiri..ini menunjukkan bahwa ada unsure selektifity. Demikian pula karena dalam melakukan representasi pasti ada hal yang ditonjolkan dan ada yang ditutupi.

Peran media massa juga sangat besar..hal ini bisa menjadi akut juga karena media memblow-up hal yang berbau Japanese style ini..melalui pendekatan media centric bahwa media dianggap sebagai penyebab utama dari perubahan sosial..hal ini jelas ketika kita melihat media sebagai referensi khalayak..kalo ditanya dari mana mereka tahu soal japanese style pasti jawabnya kalo gak tv, majalah, tabloid ya internet..fenomena yang muncul adalah adanya agenda public sebagai akibat dari agenda media. (a first look at communication theory, EM Griffin.agnda setting theory :362) Media dan individu adalah masyarakat sipil dan ISA (ideological state apparature) hal ini disebabkan karena media massa tidak berfungsi melalui tindakan fisik melainkan dengan menyebarkan gagasan dominan oleh kelas yang dominan sebut saja yang punya kepentingan dan pemilik modal. Namun tak jarang pula representasi yang dilakukan media sering menimbulkan kesadaran palsu bagi khalayaknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar