Jumat, 25 Juni 2010

blanK Intuitif....


What bout ur identity???

Berapa uang yang anda belanjakan untuk sebuah “brand”???merasakah loe pada kalo udah buang- buang duit sekedar mengikuti tren, biar gak jadul n tetep gaul?konsumtif.....fashionable?ntah apalah alasan itu....siapa pun yang baca ini silahkan berfikir....aku tidak akan menyarankan apa pun..karena sampai detik ini aku masih berusaha untuk merdeka dari perbudakan “brand” itu..

Absen dulu yaaa....Siapa tak mengenal Hermes, Prada, Dior, Louis Veluiton dalam dunia fashion?gak kiamat sih kalo gak tau...tapi gimana gitu...hampir setiap hari di akun facebook ku diberondong iklan- iklan dari online shop..rata2 sih merk nya itu aja....model nya juga begitu....wehhhh barang kualitas KW bo’ harga miring n gak beda amat ma yang dipake si Luna Maya..hehhe.....hmmmm ya begitulah adanya...pikiran kita telah terbingkai oleh framing biro- biro iklan....salah gak sih mereka memaksa kita untuk mengkonsumsi yang sebenarnya kita gak butuh2 banget akan barang itu

Weiittsss ...udah nonton film Shopaholic....yang itu loh girl with green scraft?bagi yang belum silahkan nonton dulu...gue gak mau nulis sinopsisnya disini...tapi setidaknya ada subuah pelajaran penting disana yang wajib buat yang masih merasa ‘berpenyakit” dan telah banyak kehilangan rupiah atau dolar untuk membeli sesuatu yang gak penting..

Kepuasan tersendiri kalo udah make barang yang kita”suka”.. aku pernah berantem dengan “DIA”...yah masalah konsumtif and the end, jawaban gue untuk dia..gue gak butuh banyak alasan untuk suka dan membeli....wah wahhhh salah salah besar.....tapi gak tau sampai detik ini masih ada beberapa barang yang harus dan harussss terbeli....gue gak ngerti seberapa pentingnya barang itu..tapi aku menginginkannya........oh my God....seandainya dikota ini ada psikiater yang bisa menerapi otak ku untuk tidak mengikuti keinginan “pasar” ....mentok2nya ntar nyari alsan ini loh barang bagus....ini loh gue butuh....ahhhh ntah bingung....

Kompas pernah bilang penjualan blackberry naik hingga 500%. Uppppssss ngeri, pasti kompetitor nya pada dag dig duerrrrrrrrrrr......layanan full servis BB aja menurutku masih lumayan mahal..dah gitu masih lemod...hmmmm ....padahal sebutuh apa sih kita?kereeennnnnn kali up date status pake BB...yah yaaaahhh lumayan lah kliatan lebih gimana gitu...(mupeng!!!). hmmm sebutuh apa sih layanan push email..ya yaaa buat yang mobile....sibuk percaya dehhh sah sah aja karena teknologi bersifat membantu kita...but i think , many people stay in d wrong way....hehehe soryy nih yang merasa kesindir....untung deh aku bermasalah dengan keypat quarty jadi masih lumayan lah rekeningku belum ter auto debet bayar layanan full servis si Buntut Bebek....heheh..tapi gak tau bulan depan...xixiixiiiii

Jangan pernah punya pikiran nyari duit susah.....menurut buku “secret” itu bakal kejadia kalo lo terus mikir mikir....hehee meski gak susah tapi apa salahnya we have financial plan...baca deh Robert Kiyosaki...Cash Flow Quadran....aku beli buku itu kubaca beberapa kali.....berharap bisa sedikit menyembuhkan pikiran yang ternoda karena iklan tapi ya gak efektif....huffffffffff.......sekarang itung dengan benar berapa duit yang lo kumpulin selama sebulan....berapa yang keluar..kalo udah ketemu jawabannya.............yang pengeluaran itu lo itung bener, berapa yang buat konsumsi, berapa duit yang lo invest....nih kalo lo mau jadi kaya raya..seperti cita- citaku....hehehhe....duit bukan segalanya tapi gue butuh banget....heheee

Aku gak tau arah mana yang kutuju waktu nulis ni artikel..ntar deh kalo udah nemu sudut pandang yang enak ku edit lagi n ku post....heee berawal dari buka file cash flow tahun kemaren....uppppsss lumayan bersyukur tabungan”kita” sampai banyak dijit angka....hehhe tapi ketika lihat kolom sebelah kanan dueng duengggggggg setelah ku klik tombol exsum...wuh wuhhhhhhhhh astagfirllah...............

To be continue...(kapan2....mau nonton mas Toniblank Show dulu.......)

Kamis, 24 Juni 2010

fashion punk..Inspired by Billie Joe


Representasi Fashion Punk Dalam Budaya Popular

Written by J*

(student of Media and Mass Communication, Communication Departement of Gadjah mada University)

Punk fashion has been extremely commercialized at various times, and many well-established fashion designers- such as Vivienne Westwood and Jean Paul Gaultier- have used punk elements in their production. Punk clothing, which was initially handmade, became mass produced and sold in record stores and some smaller specialty clothing stores by the 1980s. By the late 1990s, the American chain store Hot Topic established a niche in selling what they advertised as "punk style clothing" at shopping malls. Many fashion magazines and other glamor-oriented media have featured classic punk hairstyles and punk-influenced clothing. These have caused controversy, as many punks view it ashaving sold out; those wearing such clothes are often not considered real punks, although they are commonly accepted in pop punk and skatepunk circles.

Preface

Dalam kebudayaan, kita mengenal adanya subkultur. Pada umumnya subkultur muncul sebagai sebuah budaya tandingan (counter culture) dari budaya mainstream. Seiring perkembangan media serta teknologi yang melatarbelakanginya subkultur menjadi sesuatu yang dikomodifikasi oleh media. Bagaimana keberadaan subkultur ini jika dikonstruksi dalam media mainstream?. Seperti yang kita ketahui bahwa media mainstream merupakan kepanjangan tangan dari kapitalisme, semua hal hanyalah komoditas, mistifikasi pasar yang diproduksi secara masif tanpa melihat apa esensi dasar dari sebuah kebudayaan. Oleh karenanya patut kita pertanyakan bagaimana nasib dari nilai budaya- budaya subkultur ketika telah menjadi bagian dari budaya mainstream. Setiap kebudayaan merupakan sebuah konvensi, memiliki artefak yang memiliki makna sesuai dengan kesepakatan kelompok. Artefak kebudayaan sangat beragam bentuknya, dari mulai bahasa, perilaku sampai pada sebuah simbol maupun fashion yang syarat akan makna. Dalam paper ini kita akan menganalisis bagaimana fashion dari subkultur punk ini direpresentasi dalam budaya populer.

Pembahasan

Konsep dasar tentang Subkultur Punk Representasi dan Media Pop

Sebelum memasuki pembahasan lebih jauh, perlu kita mengenal apa itu subkultur punk? Bagaimana proses representasi berlangsung serta apa itu budaya pop? Punk dalam berbagai sumber diartikan sebagai gerakan perlawanan hebat melalui musik, gaya hidup komuniti dan kebudayaan sendiri. Punk muncul di Inggris paska perang dunia kedua yang dipelopori oleh para pemuda dari kelas pekerja. Dari pengertiannya kita dapat menarik sebuah poin penting yaitu gaya hidup komuniti dan kebudayaan sendiri. Fashion dapat dipahami sebagai gaya hidup, sebagai sebuah kebudayaan dan sebuah cara untuk melakukan komunikasi. Dalam wikipedia punk fashion adalah “ a distinct sosial dress others subculture and art movement including glam rock, skinhead, rud boy, art soul grouser and mods how influenced punk fashion. Punk fashion has likewise influenced the style of this group as well as those of pop culture. Pada dasarnya punk adalah anti fashion yang tercermin melalui fashion dan aksesoris yang berbeda dengan fashion masyarakat dominan

Budaya populer atau lebih sering disebut budaya pop dimaknai beragam oleh kritikus budaya massa. Beberapa pengertian yang familiar adalah pandangan Dominic Strinati serta John Storey. Budaya popular menurut mazhab Frankfrut adalah budaya massa yang dihasilkan oleh industri budaya yang mengamankan stabilitas maupun kesinambungan kapitalisme. Mazhab ini memiliki kesamaan dengan versi teori marxis seperti Althusser dan Gramsci yang menyatakan bahwa budaya popular adalah salah satu bentuk ideologi dominan. Dominic Strinati dalam bukunya Popular Culture mendeskripsikan budaya pop sebagai budaya orang kebanyakan Jonh Storey memberikan pendapat tentang budaya popular. Dari keenam pengertian yang diberikan tiga diantaranya cukup familiar dan dapat menjadi acuan dalam penelitian ini. Storey memandang budaya popular sebagai budaya rakyat, sebagai budaya massa dan budaya popular yang berkedudukan sebagai budaya posmodernis.

Representasi dipahami sebagai “the social proses of representing; representation are the product of the social proses of representing”. Representasi dalam konteks ini dapat dipahami sebagai produksi makna dari konsep-konsep yang terdapat dalam pikiran manusia melalui bahasa. Representasi dapat dijelaskan pula sebagai “menghubungkan antara konsep-konsep dan bahasa yang membuat manusia mampu untuk merujuk dunia objek, orang-orang, kejadian- kejadian yang bersifat nyata bahkan yang bersifat imaginer. Dalam proses representasi, terdapat beberapa masalah yang harus dipahami. Problem ini diantaranya bahwa Representasi adalah hasil dari suatu proses seleksi yang mengakibatkan bahwa ada sejumlah aspek dari realitas yang ditonjolkan serta ada sejumlah aspek lain yang dimarginalisasi. Hal ini menyebabkan hasil representasi bersifat sempit dan tidak lengkap. Apa yang dikatakan sebagai dunia nyata itu juga perlu untuk dipermasalahkan. Bahwa tidak ada satupun representasi dari realitas yang secara keseluruhan pastilah benar dan nyata. Pemikiran yang menyatakan bahwa media tidaklah harus merefleksikan realitas. Inilah yang mendasari bahwa terdapat perbedaan antara realitas budaya dengan realitas media. Agenda setting theory menyatakan bahwa agenda publik dipengaruhi oleh agenda media, demikian juga agenda publik mampu mempengaruhi agenda media.

Analisis Fenomena Fashion Punk dalam media pop

Seperti yang telah disajikan dalam prolog paper ini, fashion punk telah mengalami komersialisasi. Gaya Fashion punk telah diadopsi oleh para perancang terkenal, diproduksi secara massal, masuk dalam sebuah rantai distribusi yang teregulasi dengan sedemikian rupa. Fashion punk juga menjadi wardobe band- band pop rock. Sebagai contoh adalah penggunanan fashion punk oleh band seperti Sum 41 serta Green Day. Di Indonesia sendiri banyak artis yang menggunakan fashion punk sebagai wardrobe panggung atau style mereka. Sebut saja Ahmad Dhani, Agnes Monica serta Maia dengan Duo Ratunya yang telah bubar atau Superman Is Dead. Seperti yang kita ketahui bahwa, band maupun artis ini merupakan para pelaku didunia pop, muncul dalam layar televisi, mengadakan berbagai pertunjukan dan mendistribusikan musik video. Secara konseptual baik band pop rock maupun artis- artis tersebut mengadopsi gaya fashion punk untuk tujuan mainstream. Mereka berada dibawah lebel rekaman, medistribusikan hasil rekaman melalui media mainstream atau media pop. Dalam hal ini terjadi proses representasi terhadap fashion punk. Gambar dalam paragraf ini menampilkan salah satu aksi panggung Green Day dalam MTV Music Award. Dalam gambar ini kita dapat menemukan fashion punk yaitu spike band dan jeans belel. Kedua fashion style ini dalam subkultur punk dipahami sebagai sebuah fashion identitas yang memiliki makna yang disepakati sebagai sebuah konvensi kelompok subkultur. Makna dari Jeans Belel adalah Simbol punk yang mengidentifikasi kebebasan dan kedekatan dengan kelas pekerjaan. Jeans juga mempunyai asosiasi sebagai anti kelas. Ikat pinggang spike terbuat dari leather (kulit) dan metal spike. Kulit sebagai simbol anti kapitalis melalui penghematan sisa bahan dan metal spike adalah logam yang melambangkan sikap keras, anti dominasi pemerintah melalui bahan sisa perang. Proses representasi berlangsung dengan membawa aspek ideologi. Dalam analisis semiotik terhadap fashion jeans belel maupun spike band dapat dilihat dalam dua aspek yang membentuknya yaitu penannda dan petanda. Penanda adalah aspek fisik yaitu wujud dari fashion tersebut. Sedangkan petanda merupakan konsep mental atau pengetahuan terhadap penanda. Konsep mental ini merupakan nilai-nilai budaya serta nilai ideologis yang dimiliki oleh enterpretant. Jika dalam hal ini interpretant merupakan para pelaku bisnis mainstream yaitu para artis tersebut maka dapat dipastikan bahwa pemaknaan terhadap fashion ini berbeda dengan fashion punk dalam artian yang sebenarnya. Mainstream adalah nilai yang ditolak secara tegas oleh subkultur ini, sedangakan fashion ini direpresentasi dalam budaya mainstream atau pop. Dalam budaya pop, fashion ini mengalami sebuah degradasi nilai bahkan berbagai fashion ini mengalami keterputusan makna dari pemaknaannya sebagai suara perlawanan subkultur.

Fashion style dari subkulture punk yang terkenal dan fenomenal adalah mohawk hair style. Gaya rambut ini sangat populer. Gaya rambut dalam hal ini dapat digunakan untuk menampilkan identitas etnik, sosial dan kebudayaan. Mohawk hair style dalam subkultur punk merupakan Gaya rambut yang menentang gaya rambut pada kebudayaan dominan. Simbol ini dalam subkultur punk dikenal sebagai identitas kelompok. Gaya ini juga merupakan simbol anti rasis. Dalam budaya pop gaya rambut ini juga diadopsi menjadi sebuah hair style yang cukup populer. Bahkan dalam berbagai tampilan, gaya rambut ini mengalami berbagai modifikasi bentuk. Spike on top merupakan salah satu varian dari mohawk hair style. Tidak berbeda dengan jeans belel maupun spike band, mohawk hair style menjadi berbeda makna ketika direpresentasi dalam berbagai penampilan dalam budaya populer. Gaya rambut ini banyak bermunculan dilayar televisi melalui group musik maupun penampilan dalam film maupun jenis media pop yang lain. Keberadaannya tidak lagi menyuarakan perjuangan kelas, menyuarakan anti rasis namun hanya semata sebagai gaya atau fashion yang berorientasi pana nilai – nilai baru sesuai apa yang ingin dicitrakan oleh masyarakat mainstream. Sebagai contohnya adalah banyak artis yang menggunakan gaya spike on top hanya sebatas ingin tampil keren atau tampil “sangar”. Pada tampilan gambar dicontohkan seorang artis yang cukup kontroversial di Indonesia Ahmad Dhani serta beberapa vokalis group band kenamaan menggunakan gaya mohawk. Dalam penampilannya kita bisa melihat ada modifikasi dengan gaya mohawk pada subkulture punk. Gaya sebagai sebuah perlawanan mengalami komodifikasi nilai. Jika dalam subkultur punk nilai guna dari gaya rambut ini sebagai simbol rasis dan upaya menentang kebudayaan mainstream, dalam budaya pop nilai dari gaya ini telah diakomodir sedemikian rupa menjadi gaya fashion atau penampilan saja. Terjadi eprgeseran nilai dari nilai guna menjadi nilai tanda. Bahkan dalam berbagai kasus nilai ini telah berubaha menjadi nilai ekonomis, dengan dijadikannya tren setter bagi gaya- gaya anak muda yang dilakukan oleh institusi ekonomi seperti majalah hingga penata rambut ternama.

Punk fashion telah banyak menjadi inspirasi karya- karya para perancang yang fenomenal.seperti Jean Paul Goultier dan Vivinne Westwood. Dalam karya kedua pesohor ini banyak motif dari fashion punk yang direpresentasikan. Baik pola, bahan maupun aksesoris serta fashion lainnya seperti sepatu. Seperti halnya kita ketahui bahwa kedua perancang fashion ini adalah perancang ekslusif yang karyanya bernilai ekonomi tinggi. Bagaimana fashion punk yang berasal dari kelas pekerja mampu menjadi tren bagi para sosialite dunia memang sangat mengagumkan. Sosialite dunia yang terlihat mengadopsi gaya ini diantaranya adalah lady pop Maddona, artis kontroversial lady gaga hingga Skate Girl Avril Lavigne. Fenomena ini sungguh sangat bertolak belakang dengan makna fashion punk itu sendiri. Fashion punk pada dasarnya merupakan anti fashion. Fashion yang diciptakan sebagai counter culture terhadap fashion mainstream. Aspek historis melekat dalam penciptaan fashion punk. Berbeda dengan fashion dengan gaya nge-punk yang dirancang oleh kedua perancang ternama tersebut, fashion punk terbuat dari bahan- bahan sisa. Sedangkan fashion para perancang tersebut merupakan rancangan yang lux, dipamerkan di cat walk, menggunakan bahan berkelas serta bernilai ekonomi tinggi. Hal ini tentu berbanding terbalik dari makna yang dimaksudkan dengan penciptaan fashion punk. Berbagai adopsi dilakukan secara keseluruhan maupun hanya mengadopsi berbagai unsur fashion punk. Motif yang sering diadopsi para perancang ini antara lain kain kotak- kotak merah atau putih, bahan kulit yang dipadu dengan metal maupun kain jaring- jaring. Dalam subkultur punk semua bahan tersebut memiliki makna perlawanan terhadap budaya kapitalis. Namun ketika dikonstruksi dalam budaya pop berubah jadi bagian dari sistem kapital yang mengatasnamakan gaya dan ekonomi.

Hebdige mengemukakan bahwa ketika melihat subkultur pendekatan yang paling mampu memberi gambaran adalah semiotika yang built in dengan teori ideologi Althuserrian atau Gramscian. Althusser memberikan dua (2) thesisnya yang sangat brillian dalam pemikirannya mengenai ideologi. Kedua thesis tersebut adalah Ideologi merepresentasikan relasi individu yang imaginer pada kondisi- kondisi nyata dari eksistensinya. Thesis kedua menyatakan bahwa Ideologi mempunyai aspek material. Ideologi tidak bisa dibatasi sebagai ide semata, namun mempunyai aspek material yang menjalankannya. Berbicara semiotik, ideologi sebagai aspek mental adalah hal yang menentukan bagaimana sebuah artefak kebudayaan termasuk fashion dimaknai. Relasi imaginer ini menggambarkan keterkaitan nilai seta pengalaman budaya sebagai aspek pengetahuan dari individu. Ideologi terbentuk melalui sebuah nilai kebudayaan yang diyakini, disepakati dan diaplikasikan dalam bentuk- bentuk yang riil. Fashion ketika dipahami dalam dua budaya yang berbeda akan mengalami perbedaan makna. Hal ini terjadi karena dalam sebuah ideologi nilai telah disepakati dalam sebuah kelompok, nilai inilah yang menjadi dasar penilaian baik buruk, tinggi rendah maupun benar salah terhadap sesuatu. Binary Oposision atau oposisi biner selalu berlaku dalam setiap pemaknaan. Penilaian baik dan buruk terhadap sesuatu merupakan sebuah kesepakatan dari sebuan kelompok atau kebudayaan. Fashion punk diyakini sebagai counter culture terhadap fashion mainstream. Individu dalam subkultur ini akan memandang bahwa fashion punk sebagai sebuah hal baik, sedangkan fashion mainstream merupakan hal yang buruk. Demikian sebaliknya masyarakat massa akan mengatakan hal yang berkebalikan, bahwa budaya yang mereka yakini adalah paling benar dan paling baik.

Punk melalui fashion merupakan cerminan ideologi dimana subkultur ini menentang kelas dominan. Ideologi subkultur punk sangat berbeda dengan pandangan budaya pop atau budaya mainstream. Tujuan budaya mainstream adalah keuntungan yang sebesar- besarnya serta bersifat ekonomis. Sedangkan dalam subkultur punk sendiri terdapat nilai do it your self maupun no selling out. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pandangan budaya pop. Fashion dalam subkultur punk merupakan sebuah upaya menyuarakan nilai do it your self. Fashion diciptakan berdasarkan kebutuhan kelompok, menggunakan bahan- bahan sisa. Fashion diciptakan sendiri, bukan hasil industri dan biasanya dibuat dengan tangan (hand made). Sedangkan dalam budaya pop, fashion diciptakan sebagai sebuah industri fashion yang bernilai kapitalis lengkap dengan sistem distribusi pasar. Sebagai contoh dalam budaya pop kita bisa melihat store online untuk fashion punk di www.fashionpunk.com.

Ketika individu melakukan pemaknaan, sangat berkaitan dengan pengalaman budaya yang dimiliki. Individu yang bukan berasal dari kelompok subkultur akan mengkontruksi makna tanda atau fashion berbeda dengan individu yang berasal dari kelompok subkultur punk. Manusia dapat saling berbagi rasa, pikiran, ide dan gagasan berdasar pengalaman yang mereka miliki. Pengalaman ini disebut sebagai materi yang dimiliki oleh komunikator untuk dibagikan kepada orang lain. Pada tahap selanjutnya pesan diterjemahkan oleh penerima berdasar kerangka pengalaman yang dimilikinya menurut konvensi budaya yang menjadi latar belakangnya. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan adanya perbedaan budaya sangat dimungkinkan ditemukannya perbedaan makna pesan. John Fiske mengatakan bahwa: “So readers with different social experience or from different culture may find different meaning in the same text”. Subkultur dapat diartikan sebagai kelompok dengan kebudayaan sendiri. Definisi lainnya adalah sekelompok orang yang diberi label dan sama-sama memiliki nilai dan norma yang khas dan diyakini berbeda dengan masyarakat mainstream. Subkultur menawarkan peta makna yang menjadikan dunia ini dapat dipahami oleh anggotanya.

Dalam melakukan pemaknaan terhadap representasi sebuah artefak budaya terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan seperti pola konsumsi, regulasi, distribusi serta identitas. Pola konsumsi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tujuan yang melatarbelakangi konsumsi terhadap barang/ artefak kebudayaan. Perbedaan mencolok terlihat dengan pola konsumsi fashion dalam subkultur punk dengan budaya mainstream. Para anggota subkultur menggunakan pakaian sebagai identitas demikian pula dengan masyarakat pop. Perbedaan identitas ini mengakibatkan perbedaan pola konsumsi. Antara identitas perlawanan dengan identitas sebagai style pop. Pola regulasi serta pola distribusi dari fashion ini berbeda dalam dua budaya. Dalam subkultur distribusi tidak dilakukan dalam sebuah sistem yang terencana, sedangkan masyarakat massa memiliki regulasi serta jalur distribusi yang terencana dan dikuasai oleh kekuatan ekonomi. Berbagai artefak fashion yang diadopsi dalam budaya pop mempunyai pola- pola yang berbeda dengan keberadaannya dalam subkultur. Hal ini menjadikan makna yang dikonstruksi oleh audience menjadi berbeda.

Dalam represetnasinya fashion punk telah mengalami massifikasi, standarisasi dan komodifikasi. Produksi massal merupakan bentuk massifikasi. Barang menjadi terduplikat secara banyak, tidak memiliki nilai ke khas-an. Dari produk ini barang atau fashion mengalami semacam standar. Karena diproduksi secara massal jumlahnya menjadi banyak dan sama. Kapitalisme selalu berfikir akan keuntungan, termasuk dalam produksi barang. Dengan melakukan produksi barang dalam jumlah besar maka akan menghemat biaya produksi. Komodifikasi dipahami sebagai perubahan dari nilai guna kedalam nilai tanda bahkan nilai ekonomi. Jika dalam subkultur punk fashion merupakan nilai perlawanan.

Penutup

Sebagai simbol dari sebuah subkultur, fashion punk direpresentasikan dalam budaya pop melalui fashion serta aksesoris yang ditampilkan melalui budaya mainstream. Fashion punk muncul melalui fashion style rancangan perancang ternama, film, serta musik wardobe. Dalam budaya pop fashion punk bukan lagi sebagai identitas subkultur, hanya berlaku sebagai fashion style atau gaya berpakaian orang kebanyakan. Fashion punk ketika tampil sebagai fashion dalam budaya pop tidak lagi menyuarakan nilai- nilai anti kelas, sebuah perlawanan dan mengalami pendangkalan makna. Terjadi pertentangan ideologi antara subkultur punk dan budaya populer dalam memaknai fashion. Subkultur punk memahami fashion sebagai the way of live, sebuah budaya perlawanan terhadap fashion mainstream, no selling out dan do it your self. Fashion punk dalam budaya pop dipahami sebagai fashion style, yang diproduksi secara massif melalui industri budaya yang berkesinambungan dengan nilai kapitalisme. Fashion punk dalam budaya pop merupakan komoditas ekonomi yang didistribusikan melalui jaringan seperti toko online.

Dalam representasinya, fashion punk mengalami perubahan makna. Terjadi pergeseran nilai dari nilai guna fashion sebagai bentuk perlawanan menjadi hanya bermakna sebagai nilai tanda saja. Bahkan dalam berbagai fenomena nilai fashion telah berganti menjadi nilai ekonomi dengan diproduksinya secara massal melalui industri budaya dan didistribusikan kedalam jaringan yang mengutamakan motif ekonomi. Ketika direpresentasikan, lahir makna baru yang mengalami keterputusan makna dari makna fashion sebagai sebuah konvensi subkultur.

Black Campaign

The Social and Political Aspects of Collective Cognition and Action

Pemanfaatan Teknologi Komunikasi dan Informasi Dalam Black Campaign.

Studi Kasus “Group Facebook : Tolak Mentah- Mentah JUPE Bupati Pacitan”

Makalah ini dipresentasikan pada 7 mei 2010 dalam diskusi Teknologi Informasi dan Komunikasi Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi UGM. Written by J* with moderator Jonas klemens G.D.Gobang

kampanye tidak boleh dilakukan dengan cara menghina seseorang, ras, suku, agama, golongan calon atau peserta pemilu yang lain. Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. (poin ke 3 & 4 Pasal 84 UU no 10 tahun 2008 tentang pemilu)

Preface

Perkembangan penggunaan internet di Indonesia sangat signifikan, hingga juni 2010 tercatat 45 juta penduduk Indonesia menjadi pengguna internet. Hal ini berbanding lurus dengan akses masyarakat terhadap jejaring sosial. Facebook sebagai situs jejaring sosial memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Jumlah pengguna dari situs jejaring sosial ini juga paling banyak diantara jejaring sosial yang lain seperti friendster maupun twitter. Banyak fenomena sosial maupun politik yang berhubungan dengan facebook. Salah satunya adalah Group Facebook. Beberapa group facebook yang fenomenal yang berpengaruh terhadap aksi sosial dibidang sosial politik diantaranya adalah group dukungan untuk Bibit Candra dalam kasus kriminalisasi KPK serta dukungan kepada Prita Mulyasari dalam Undang- Undang ITE. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Group Facebook ini merupakan faktor yang patut menjadi perhatian terutama untuk penghimpunan aksi sosial.

Dalam kehidupan demokrasi, teknologi memiliki peran yang signifikan termasuk dalam upaya kampanye negatif. Banyak fersi teknologi yang digunakan dalam black campaign seperti penyebaran video mesum hingga pada pembentukan akun group facebook. Paper ini akan mengambil studi kasus penolakan Julia Perez atau Jupe sebagai calon Bupati Pacitan. Akun Grup Facebook untuk penolakan Jupe ini adalah Tolak Mentah- Mentah JUPE Bupati Pacitan. Hal ini menarik untuk dikaji dari perspektif sosial maupun perspektif teknologi itu sendiri. Group ini dibentuk untuk menjegal langkah Jupe maju dalam bursa pencalonan Bupati Pacitan.Terdapat berbagai penyimpangan dengan adanya Group Facebook semacam ini. Hal inilah yang akan coba untuk dikritis.

Sebelum melangkah lebih jauh, seperti halnya dua mata pisau, black campaign sendiri memiliki dua sisi yaitu positif dan negatif. Dalam berbagai hal, black campaign memberikan sebuah pelajaran politik yang sangat berharga dalam kehidupan demokrasi, namun disisi lain hal ini merupakan persaingan yang tidak sehat.Dalam paper ini peneliti tidak akan berangkat dari stand poin positif maupun negatif tersebut, namun akan mencoba melihat bagaimana teknologi komunikasi dan informasi ini berperan serta kemungkinan dampak yang mungkin dimunculkan terhadap keberadaan akun group facebook ini.

Pembahasan

Apa itu black campaign? Dalam Undang- Undang Pemilu Nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu disebutkan berbagai kriteria tindakan yang termasuk dalam upaya kampanye negatif atau kampanye hitam yang populer disebut sebagai black campaign. Dari 10 kriteria yang dipaparkan dalam undang- undang ini beberapa diantaranya relevan sebagai dasar pembahasan dalam paper ini. Poin tersebut ada dalam poin ketiga dan keempat undang- undang nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu yaitu kampanye tidak boleh dilakukan dengan cara menghina seseorang, ras, suku, agama, golongan calon atau peserta pemilu yang lain. Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Dalam berbagai kesempatan, Julia Perez selaku pihak yang merasa dirugikan menyatakan bahwa hal ini merupakan penghinaan sera upaya penjegalan terhadap dirinya untuk maju sebagai calon bupati kabupaten Pacitan. Demikian juga dinyatakan oleh kuasa hukumnya Gusti Randa, SH dalam berbagai sumber .

Dalam pembahasan paper ini kita akan menganalisisnya dengan menggunakan dua perspektif. Pertama adalah perspektif teknologi informasi dan komunikasi. Dalam perspektif ini kita akan melihat komponen apa saja dari teknologi komunikasi yang ada dalam studi kasus ini. Bagaimana teknologi mampu menggerakkan masyarakat baik melalui opini maupun gerakan sosial secara nyata. Apa saja pesan yang dimuat dan bagaimana pesan ini mampu memberikan efek terhadap pilihan masyarakat. Sedangkan perspektif yang kedua lebih menekankan pada social effect dari adanya group ini. Hingga saat ini efek sosial dari adanya akun group facebook ini memang belum mampu dibuktikan secara nyata karena proses pilkada di Pacitan baru memasuki proses awal dari seleksi. Peneliti belum dapat mengkaitkannya secara riil dengan jumlah perolehan suara oleh Jupe maupun bagaimana tindakan nyata seperti apakah memang Jupe ini akan lolos menjadi calon Bupati. Namun peneliti akan melakukan intertekstualitas dengan fenomena yang lain seperti kebanyakan kasus yang memiliki dukungan lewat akun facebook maupun upaya lain yang menggunakan ICT.

Gambar diatas merupakan print sceen dari halaman utama (home) akun group facebook Tolak Mentah- Mentah Jupe Bupati Pacitan. Seperti yang disajikan facebook, terdapat fasilitas seperti wall, discussion, note, tautan ke html maupun fasilitas lain yang mampu merujuk pada pertukaran informasi antar pengguna. Pesan dari satu orang akan di-share sedemikian rupa dan mendapat tanggapan yang beragam dari pengguna lain. Hal ini yang akan memberikan informasi pemahaman serta dapat mempengaruhi sikap pada titik tertentu. Dalam group ini, setidaknya 1500 orang telah bergabung dalam 2 minggu awal. Meskipun setelah 2 minggu ini jumlah anggota tidak bertambah secara signifikan. Dilihat secara demografis, mayoritas anggota group ini adalah penduduk Jawa Timur khususnya kabupaten Pacitan yang berasal dari berbagai kalangan serta berbagai usia. Namun dalam group ini juga terdapat anggota dari luar pacitan yang mencoba berbagi informasi serta dukungan.

Dalam group facebook terdapat berbagai fasilitas yang ditawarkan. Hal ini merupakan gambaran bagaimana interaktifitas dalam media baru ini sangat tidak terbatas. Interaktifity sebagai karakteristik utama dalam media baru salah satunya dapat ditandai dengan adanya hyperlink. Dengan adanya fasilitas ini pengguna mampu mendapatkan akses yang tidak terbatas hanya dengan melakukan “klik”. Sebagai contohnya pada halaman ini ditawarkan link tautan, dimana link ini mampu menghubungkan pengguna ke situs lain sebagai referensi informasi. Ilana Snyder mengobservasi bahwa hypertext adalah gabungan yang sangat spesifik dari produk komputerisasi dan teknologi online dan pengembangan mode storytelling digambarkan pada lingkup non-digital terutama pada non linear dan multi-path narative Sementara, James Joyce menggambarkan hypertext sebagai bentuk dari storytelling, lingkup elektronik merupakan prakondisi yang spesifik bagi hypertext. Dia mendefinisikan hypertext sebagai struktur yang terdiri dari block teks terkoneksi dengan jaringan elektronik, menawarkan cara bagi pengguna, menyediakan makna atas pengaturan informasi dalam cara non linear, dengan koneksi otomatis komputer atas satu informasi ke informasi yang lain. Dalam group ini kita dapat melihat adanya link dengan berbagai media seperti kompas, detik maupun halaman lain yang menampilkan isu relevan melalui tautan yang disajikan. Author group ini bebas memilih link tautan yang mendukung pernyataannya serta dapat mengkaitkan dengan berbagai informasi negatif diluar halaman ini. Inilah kekuatan dimana teknologi mampu digunakan untuk upaya yang sangat sistematis, informasi yang dipilih mampu dihubungkan sedemikian rupa sedang informasi yang tidak mendukung pernyataan author dapat dimarginalisasi. Selain itu author dapat menjadi gatekeeper terhadap apa yang akan ditampilkan atau tidak ditampilkan dalam halaman ini. Sebagai contohnya author dapat me-remove pernyataan- pernyataan dari anggota yang tidak diinginkan oleh author. Selain itu author juga dapat melakukan sensorship terhadap foto maupun video yang berkaitan dengan Jupe. Dalam artian, author hanya akan menampilkan foto maupun video yang relevan terhadap tujuan yang diharapkan. Dalam akn ini foto- foto yang ditampilkan secara keseluruhan merupakan foto Julia Perez yang mempertontonkan tubuh dengan menggunakan bikini serta pakaian yang dianggap sexy yang tidak pantas digunakan oleh calon kepala daerah dimuka umum.

Salah satu contoh interaktifitas dalam group ini adalah pada salah satu link yang menghubungkan akun ini dengan salah satu artikel dari okezone.com. Artikel yang di-link adalah salah satu pernyataan dari Mendagri Gamawan Fauzi yang menyatakan akan meratifikasi aturan yang berisi tentang persyaratan serta kecakapan calon kepala daerah. Dalam beberapa halaman diskusi, anggota group juga dapat memposting catatan atau tulisan sejenis yang dapat dikomentari oleh seluruh pengguna facebook karena pengaturan privasi yang memungkinkan pengguna untuk berkomentar. Interaktifitas ini juga dapat dilihat dalam ‘wall” atau halaman utama dari akun ini. Dalam halaman ini setiap anggota mampu melakukan posting status atau pernyataan yang dapat dikomentari juga oleh setiap anggota akun. Dari pengamatan yang dilakukan penulis terhadap posting yang dilakukan anggota mayoritas menolak , memberikan pernyataan yang menyudutkan serta menggambarkan sentimen negatif terhadap upaya pencalonan Jupe. Berikut penulis menampilan berbagai pernyataan dari anggota group untuk mengetahui lebih jelas bagaimana gambaran akun group facebook ini:

Nama Anggota Group

Pernyataan/status/apa yang dituliskan di home akun facebook tolak mentah- mentah Jupe Bupati pacitan

Bastian Weah

warga pacitan pilih lah juverek jd pemimpin mu..
percayalah tuhan pasti kasih bencana bwt lo semua..
pd gila kali ya perek mau dicalonin..dasar

Hery Kuncoro

q ikut nolak jupe!,? mw di buat pa klw pacitan ini yang mimpin kay githu?

Ardhiyanto Ardhi

bupati yang beginiKah yang Qt hrapKan?????????????

Agus Pramuka

bupati itu BUka Paha Tinggi-tinggi kan begitu tho jup?

Dalam halaman group facebook ini juga memiliki konten yang cukup sensasional yaitu foto syur seperti yang digambarkan diatas. Baik dalam “wall” group facebook ini maupun dalam koleksi foto, secara keseluruhan foto yang ditampilkan secara etika bisa dikatakan tidak senonoh, berpose sensual dengan menggunakan pakaian minim. Dalam foto ini juga ditampilkan courtesy dari mana foto ini didapatkan yang salah satunya adalah fotogadissexy.com. Hal ini senada dengan kaidah representasi yang disampaikan oleh Strut Hall dimana dalam proses representasi tidak ada realitas yang digambarkan sebagaimana aslinya, ada sesuatu yang dimarginalisasi, ditutup- tutupi dan ada sesuatu yang ditonjolkan. Dalam halaman group facebook ini hampir semua informasi yang ditampilkan adalah representasi negatif dari Julia Peres. Baik dalam text, maupun gambar. Berikut ini adalah foto yang ditampilkan dalam group facebook tolak Mentah- mentah JUPE Bupati Pacitan.

Gambar, dalam sebuah tampilan website, dalam hal ini group facebook memiliki interpretasi yang dapat dihubungkan dengan konteks norma dan sosial. Gambar disamping tidak menjadi masalah yang serius jika ditampilkan dalam berbagai situs porno. Hal ini akan berbeda jika foto digunakan dalam sebuah kampanye negatif yang dapat dikatakan mendiskreditkan seseorang sepertihalnya Julia Perez dalam bursa pencalonan Bupati Pacitan. Dalam interpretasi makna pakaian bukan juga artefak, pakaian adalah cara berkomunikasi. Jika dalam gambar ini dikaitkan dengan kampanye politik, mengambil pernyataan Umberto Eco “ i speak through my cloth” maka pencitraan Jupe sebagai calon bupati ini sangat bertolak belakang dengan kaidah dan norma. Senada dengan Barnard Malcom yang menyatakan bahwa “fashion as Communication”.

Group facebook ini dapat disebut sebagai komunitas virtual. Dalam sosialitanya, komunitas virtual ini melahirkan budaya virtual. Howard Rheingold mengartikan komunitas virtual sebagai ‘social aggregations that emerge from the Net when enough people carry on those public discussions (using the internet) long enough, with suffiecient human feeling, to form webs of personal relationships in cyberspace.’ Komunitas ini berinteraksi dengan menggunakan CMC (computer mediated communication). Garth Graham dalam penelitiannya menyatakan setidaknya ada empat aspek CMC yang memeperlihatkan adanya konvergensi dibalik level teknikal maupun sosial yaitu:

  1. Pengirim dan penerima

Author atau pemilik akun dapat dikatakan sebagai pengirim informasi, sedangkan individu yang join kedalam group ini atau siapa saja yang mengakses dan mendapatkan informasi dari halaman group facebook ini dapat dikategorikan sebagai penerima. Hal yang menarik dalam studi kasus ini adalah keberadaan author yang tidak jelas. Tidak sebagaimana dengan berbagai upaya black campaign pada kasus lain yang menyajikan identitas author, di group ini identitas tidak diketemukan.

  1. Percakapan dan informasi

Percakapan dapat dilakukan antar “wall” dengan melakukan pemulisan di “wall” maupun dengan memberikan komentar. Bahkan hal yang unik dengan meng Klik “like” maka secara langsung hal ini dapat dikategorikan sebagai dukungan atas pernyataan. Dalam halaman ini juga terdapat forum diskusi, hal ini memberikan peluang bagi para pengguna untuk melakukan pertukaaran ide atau bahkan melempar isue untuk didiskusikan. Sedangkan informasi yang disajikan dalam halaman ini sangat beragam dan bersifat tidak terbatas melalui adanya hyperlink.

  1. Makna yang menjadi pesan serta konten

Makna dalam hal ini menjadi sangat subjektif, tergantung bagaimana pembaca melakukan interpretasi informasi. dalam ranah sosial hal ini berkaitan dengan bagaimana struktur masyarakat jika dilihat dalam kategori khalayak aktif atau pasif kah?. Hal yang menjadi sangat signifikan adalah kemampuan audience untuk melakukan interpretasi, filterisasi serta melakukan pemilihan serta pemilahan (selectifity) terhadap informasi yang disajikan. Dalam kasus ini, khalayak pasif akan semakin terpersuasi seiring dengan terpaan media yang sangat tingi. Secara gamblang bahwa apa yang menjadi agenda media dalam khalayak pasif akan menjadi agenda publik. Tidak ada negosiasi terhadap informasi yang diterima.

  1. Identitas publik dan identitas pribadi

Dalam melakukan sosialita online akan lahir identitas baru. Terdapat beberapa tipe orang dalam membentuk identitasnya dalam kehidupan bermedia online. Ada orang yang menggunakan identitas sebenarnya namun ada juga yang membentuk identitas online yang berbeda dengan identitas nyata.

Dalam analisis kritis kita harus menyadari bahwa penggunaan teknologi mampu memberikan implikasi sosial. Pada tataran ini tegnologi tidak hanya sebagai alat atau artefak namun sudah memasuki tataran kultural. Dalam tabel yang disajikan Flew tegnologi dalam persperktif ini meruapakan level ketiga dalam tataran tegnologi. Artinya ketika tegnologi digunakan, maka akan ada konsekuensi kultural atas pemanfaatan tegnologi. Dalam level ini teknologi membawa nilai- nilai tertentu serta aspek budaya yang relevan terhadap perspektif yang diinginkan oleh pengirim pesan.

Dalam perspektif sosial, group semacam ini seharusnya diblokir. Hal ini berkaitan dengan kebijakan serta hukum atau regulasi yang mengatur ranah media baru. Dalam group facebook kita juga dapat melaporkan halaman ini untuk diblokir. Namun hingga saat ini halaman ini masih saja dapat diakses. Dalam pandangan psikologi sosial pengguna internet , seperti yang dinyatakan Nancy Baym dalam partisipasi budaya virtual beberapa alasan yang mungkin melatar belakangi orang untuk join kedalam budaya virtual ini diantaranya adalah.

  1. Kesempatan membangun pertemanan dan hubungan yang dinilai sulit dibangun dalam komunitas ‘offline
  2. Kapasitas untuk mengedarkan ide-ide baru.
  3. Kesempatan menemukan orang-orang untuk berbagi dalam ketertarikan yang sama.
  4. Ajang bagi kaum marjinal untuk berekspresi.

5. Alasan-alasan inilah yang mereflesikan ketidakpuasan pada batasan-batasan yang ada di komunitas ‘real’.

Dengan memiliki berbagai alasan seperti yang dikemukakan diatas, maka komunitas virtual ini tidak bisa diabaikan dalam membentuk aspirasinya. Teknologi menjadikan apa yang tidak mungkin secara ruang dan waktu menjadi sangat memungkinkan untuk dilakukan. Jika ditilik lebih mendalam, dalam dunia nyata seseorang belum tentu berani memberikan pernyataan yang sama dengan yang dilakukannya didunia maya ini. Kelompok sosial masyaralat tertentu dapat lebih bebas dalam mengekspresikan ide serta gagasan di dunia maya. Ranah hukum di Indonesia perlu ditingkatkan, belum ada aturan yang spesifik untuk mengkaji permasalahan seperti ini. Hal ini dirasa perlu mengingat banyaknya fenomena serupa. Lalu bagaaimana dampak sosial yang mungkin ditimbulkan dari keberadaan akun group facebook ini?

Perlu disadari bahwa kemunculan media baru ini membawa aktifitas baru, proses baru dan produk baru. Dalam media baru terdapat dua konsekuensi yaitu unintended consequences serta intended consequences. Dalam paper ini kita akan memfokuskan pada unintended consequences atau konsekuensi negatifnya. Jupe adalah salah satu dari beberapa kasus selebriti yang memasuki dunia politik dan mendapatkan serangan kampanye negatif (black campaign) melalui teknologi informasi. Meskipun pekembangan teknologi serta wawasan masyarakat yang mulai berkembang pula, di Indonesia kesadaran bermedia online masih sangat rendah. Kebanyakan masyarakat ketika melakukan klik untuk join tidak memiliki referensi yang cukup untuk melakukan pilihan. Tidak semua audience yang menggunakan facebook atau group facebook ini dikatakan sebagai khalayak pasif, namun jika dilihat dari teori masyarakat massa, masyarakat Indonesia dapat dikategorikan sebgaai masyarakat pasif. Anggapan ini didasarkan bahwa masyarakat mudah dipengaruhi oleh arus langsung dari media. Untuk menilai masyarakat massa ini dapat dilihat dengan 5 karakteristik yang digunakan sebagai tolak ukur yaitu, selektifitas, utilitarianism, intensionalitas, keikut sertaan serta kemampuan untuk menahan pengaruh media. Mayoritas masyarakat di Indonesia tidak memenuhi kriteria ini, maka sangat rentan terhadap arus informasi. hal yang paling memungkinkan adalah lahirnya konflik. Meskipun dalam ranah demokrasi perbedaan menjadi sebuah indikator kesuburan proses demokrasi namun konflik yang mungkin ditimbulkan dari kampanye negatif ini lebih pada pelanggaran undang- undang.

Tidak dipungkiri ketika lahir group- group semacam ini akan mampu mempengaruhi opini masyarakat serta melahirkan gerakan sosial dalam kehidupan nyata. Dalam kasus lainnya seperti kasus Bibit Candra apa yang dilakukan facebooker mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah (goverment policy). Dalam kasus Jupe ini, memang tidak sebesar apa yang dilancarkan facebooker dalam memberikan dukungan seperti pada Bibit Candra. Namun dalam kampanye negatif, hal ini patut diperhatikan terutama bagi pendidikan politik masyarakat. Namun tidak menutup kemungkinan dengan adanya group ini mampu melahirkan gerakan massif berupa penolakan Jupe seperti demonstrasi maupun gerakan sosial berupa penghimpunan suara penolakan, maupun penyeberan informasi yang dapat dilakukan secara massif melalui media online bahkan melalui media konvensional. Geraka sosial dapat muncul karena terpaan media serta adanya arus informasi yang didapatkan masyarakat. Tesisnya adalah semakin banyak terpaan media, maka masyarakat akan tersugesti oleh informasi tersebut (masyarakat massa , pasive audience).

Terpaan tegnologi informasi sangat dasyat, untuk itu maka sangat dibutuhkan media literacy bagi masyarakat. Beberapa panduan atau rekomndasi dari peneliti untuk menyikapi ini maka dalam melaukan kontak dengan tegnologi dan menjadi bagian dari cyberspace perlu memperhatikan beberapa panduan yaitu jangan mudah mempercayai apa yang dilihat, dibaca, di dengar atau ditonton dalam media baru. Perlu dilihat siapa author serta asal informasi itu. Pelajarilah tegnologi serta konsekuensi termasuk hukum hukum yang mungkin ada dalam pengaturan dunia cyber.

Bagaimana akun ini mampu membentuk opini bagi masyarakat sangat berkaitan dengan pesan apa saja yang ditampilkan dalam situs ini. Jika dilihat secara konten pesan, baik di wall, link mapun forum diskusi ditemukan berbagai pesan yang mendiskreditkan Julia Perez. Contoh informasi yang di-share seperti, kerenkan pas jupe nyanyi.... ati2 jauhkan dari jarum....... ntar mbledos.......atau masih banyak lagi pernyataan yang jika dilihat tidak sesuai dengan etika. Maka media literacy sangat dibutuhkan dalam menanggulangi efek negatif dari teknologi komunikasi serta informasi.

Penutup

Seiring perkembangan teknologi, usaha untuk melancarkan black campaign semakin canggih. Kecanggihan teknologi multimedia telah dimanfaatkan sedemikian rupa menggantikan cara konvensional yang berupa desas desus dari mulut ke mulut. Seperti yang telah dipaparkan diatas, penggunaan media baru seperti halnya group facebook telah banyak mengalami penyimpangan. Inilah yang disebut sebagai unintended consequences dari keberadaan teknologi komunikasi. Perlu diberdayakannya literacy media baru. Dalam berbagai kejadian apa yang terjadi secara on line mampu berdampak off line. Dalam proses demokrasi maupun proses sosial kemasyarakatan kampanye negatif memiliki dua siisi baik positif dan negatif. Bagi pihak yang didiskreditkan hal ini akan merugikan, namun mampu menjadi hal positif jika dimaknai sebagai cara mendongkrak popularitas. Bagi perkembangan demokrasi sendiri hal ini mampu memunculkan pandangan kritis bagi khalayak aktif dan menjadi bomerang bagi khalayak pasif.

Apa yang ditampilkan dalam akun facebook ini dapat dikategorikan kedalam dua macam upaya pesan. Seperti telah dibahas diatas serta pemberian berbagai contoh tentang konten yang ada penulis memberikan dua upaya yaitu upaya persuasif dan upaya propaganda. Upaya persuasif serta propaganda dilakukan melaui informasi yang ditampilkan baik melalui status, komentar, link maupun foto yang ditampilkan. Persuasif dalam hal ini merupakan upaya untuk mempengaruhi khalayak untuk menolak pencalonan Julia perez sebagai calon bupati Pacitan. Sedangkan propaganda lebih pada menggulirkan berbagai isu negatif, mencoba mempengaruhi agenda publik maupun agenda media yang tujuannya tidak bukan untuk menjegal pencalonan Jupe dalam bursa calon kepala daerah ini.

Teknologi dalam fungsinya sebagi kultural teknologi mampu memberikan efek terhadap masyarakat termasuk dalam kehidupan demokrasi. Melalui keunggulan fitur- fiturnya teknologi memberikan kemudahan bagi aktifitas namun juga mampu mengakibatkan konflik kepentingan yang pada akhirnya merugikan publik. Adanya fasilitas seperti hyperlink menjadikan interaktifitas pengguna media baru sangat mungkin untuk mendapatkan informasi yang tak terbatas. Dengan teknologi, memungkinkan munculnya kelompok virtual yang melahirkan budaya virtual. Berbagai alasan individu untuk bergabung dalam komunitas ini. Dalam banyak fenomena, komunitas ini mampu mendorong kebijakan dalam dunia nyata. Terlebih bagi khalayak pasif, informasi yang tidak jelas dapat bersifat menyesatkan, dan memicu adanya konflik dalam kehidupan sosial.

This instrument can teach, it can illuminates; yes, and it can even inspire. But it can only do so to the extent that humans are determined to use it to those ends.otherwise it is merely wires and light in a box. EDWARD R MURROW